Landasan
Allah ta’ala berfirman:
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat di atas maksudnya adalah sesungguhnya Aku (Allah) menciptakan mereka agar Aku memerintahkan mereka untuk menyembah-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka. (Tafsirul Qur`anil ‘Azhim: 4/304)
Ali bin Abu Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma terkait makna: “melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”, yakni agar mereka mengakui kehambaan mereka kepada-Ku, baik secara sukarela maupun terpaksa. (Tafsirul Qur`anil ‘Azhim: 4/304)
Inilah tafsiran yang dipilih oleh Ibnu Jarir ath-Thabari. Sedangkan menurut Ibnu Juraij, makna yang dimaksud ialah melainkan supaya mereka mengenal-Ku. (Tafsirul Qur`anil ‘Azhim: 4/304)
Ar-Rabi’ bin Anas telah mengatakan terkait makna firman-Nya: “melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”, yakni kecuali untuk beribadah. (Tafsirul Qur`anil ‘Azhim: 4/304)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin menjelaskan makna “melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Ada yang menafsirkan “melainkan untuk mentauhidkan-Ku”, ada juga yang menafsirkan “agar mereka merendahkan diri untuk-Ku dengan ketaatan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan termasuk bentuk ketaatan kepada Allah adalah mentauhidkan Allah ta’ala”. Inilah hikmah diciptakannya jin dan manusia. Oleh karena itu Allah memberikan akal kepada manusia, mengutus para rasul kepada mereka, dan menurunkan kitab-kitabNya. Seandainya saja tujuan diciptakannya jin dan manusia itu sama dengan tujuan diciptakannya binatang maka tentu tidak akan ada hikmah diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab. Karena pada akhirnya ia akan sama seperti sebuah pohon yang tumbuh berkembang, untuk kemudian mati (hancur).” (Al-Qaulul Mufid Syarh Kitabit Tauhid: 1/14)
Dari ayat dan penjelasan ahli tafsir di atas maka jelaslah bahwa Allah ta’ala menciptkan kita dan tetangga kita dari kalangan jin untuk satu tujuan yang mulia, yaitu untuk beribadah kepada Allah ta’ala.
Pengertian Ibadah
Lalu apakah yang dimaksud dengan ibadah? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya perihal maksud (pengertian) ibadah, dan beliau menjawab: “Ibadah adalah sebuah nama (ungkapan) yang mencakup segala hal yang Allah cintai dan Allah ridhai berupa perkataan dan perbuatan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Shalat, zakat, puasa, haji, perkataan yang jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturrahim, menepati janji, amar ma’ruf, nahi munkar, berjihad melawan orang kafir dan munafik, berbuat baik kepada tetangga dan anak yatim, kepada orang miskin, kepada ibnu sabil, kepada budak, kepada binatang, berdoa, dan membaca Al-Qur`an; itu semua termasuk contoh ibadah. Demikian juga dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, bertaubat kepada-Nya, ikhlas karena Allah semata, bersabar atas hukum-hukum Allah, mensyukuri segala nikmat-Nya, ridha dengan ketentuan-Nya, bertawakal kepada-Nya, berharap kasoh sayang kepada-Nya, takut terhadap siksa-Nya; itu semua termasuk contoh-contoh ibadah.” (Syarhul ‘Ubudiyah, hal. 6)
Ya, itulah pengertian dan contoh ibadah. Ibadah mengandung pengertian yang luas, ia mencakup segala perkataan dan perbuatan yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik yang terlihat maupaun yang tidak terlihat.
Ibadah yang diterima oleh Allah ta’ala harus memenuhi 2 syarat, yaitu:
- Ikhlas karena Allah semata
- Sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah ta’ala menciptakan kita manusia dan juga jin, bukan berarti Allah itu butuh kepada makhluk-Nya. Sungguh Allah itu sama sekali tidak membutuhkan kita semua, oleh karena itu setelah Allah menjelaskan tujuan penciptaan kita maka Allah berfirman:
ما أريد منهم من رزق وما أريد أن يطعمون ¤ إن الله هو الرزاق ذو القوة المتين
“Aku tidak menginginkan rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menginginkan agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 57-58)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat ini, beliau berkata: “Allah ta’ala menciptakan para hamba agar mereka menyembah-Nya semata tiada sekutu bagi-Nya. Maka barang siapa yang mentaati perintah ini, Dia akan membalasnya dengan balasan yang sempurna. Dan barang siapa yang membangkang kepada-Nya, maka Dia akan menyiksanya dengan siksaan yang keras. Dan Allah mengkabarkan kepada mereka bahwa Dia tidak membutuhkan mereka, bahkan sebaliknya merekalah yang butuh kepada-Nya dalam semua keadaan mereka. Karena Dialah yang menciptakan mereka dan yang memberi mereka rezeki.” (Tafsirul Qur`anil ‘Azhim: 4/304)
Syaikh Shalih al-Fauzan dalam bukunya “Al-Mulakhkhas fi Syarhi Kitabit Tauhid, hal. 13” menyebutkan beberapa kesimpulan dari QS. Adz-Dzariyat: 56, yaitu:
- Jin dan manusia wajib untuk mengesakan Allah ta’ala dalam beribadah kepada-Nya.
- Penjelasan tentang hikmah diciptakannya jin dan manusia.
- Bahwasanya Al-Khaliq (yaitu Allah ta’ala) adalah Dzat yang berhak untuk diibadahi, bukan lainnya yang tidak bisa menciptakan. Ini menjadi bantahan bagi para penyembah berhala dan lainnya.
- Penjelasan bahwa Allah ta’ala tidak membutuhkan makhluk-Nya, karena Dia-lah Sang Pencipta, dan mereka adalah makhluk (yang diciptakan).
- Penetapan tentang adanya hikmah di dalam perbuatan-perbuatan Allah ta’ala.
Allahu a’lam..
______________
Madiun, 12 November 2016 M
Irfan Ma’ruf Maulana