Adalah sebuah kemuliaan dan kebahagiaan bagi kita, Allah masih memberikan kita umur, masih diberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan bulan suci Ramadhan. Dibulan yang penuh kemuliaan dan keberkahan ini, kita harus bersemangat dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, karena kedua hal itulah yang akan menjadi bekal kehidupan kita kelak di akherat. Semoga di setiap aktivitas keseharian kita, tidak lepas dari aktivitas muhasabah diri, agar kita selalu memperbaiki diri dan senantiasa berhati-hati dalam melangkah.
Di akhirat kelak, ternyata ada golongan orang yang bangkrut (muflis). Siapakah orang yang bangkrut tersebut? Diantaranya adalah golongan orang yang tak pernah melakukan zina, tapi ia mendapatkan dosa zina. Orang yang tak pernah melakukan judi, ia mendapatkan dosa judi. Ada juga orang yang rajin ibadah, namun tak dijumpainya pahala ibadahnya tersebut. Orang yang rajin bersedekah, tak dijumpainya amal sedekahnya di akhirat. Orang yang rajin puasa, namun tak dijumpainya pula pahala puasa yang ia lakukan selama ini. Sebaliknya, ada orang yang jarang sedekah, tetapi ternyata ia mendapatkan pahala sedekah yang banyak. Orang yang jarang berpuasa, namun ternyata ia diberikan padahal puasa. Pertanyaannya, bagaimana kok bisa?
Marilah sejenak kita baca dan cermati hadist riwayat muslim berikut.
Rasulullah bersabda: “Tahukah kamu, siapakah yang dinamakan muflis (orang yang bangkrut)?”. Sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya dirham (uang) dan tidak pula punya harta benda”. Sabda Nabi: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku datang dihari kiamat membawa salat, puasa dan zakat. Dia datang pernah mencaci orang ini, menuduh (mencemarkan nama baik) orang ini, memakan (dengan tidak menurut jalan yang halal) akan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang ini. Maka kepada orang tempat dia bersalah itu, akan diberikan pula amal baiknya. Dan kepada orang ini diberikan pula amal baiknya. Apabila amal baiknya telah habis sebelum hutangnya lunas, maka, diambil kesalahan orang itu tadi, lalu dilemparkan kepadanya, sesudah itu dia dilemparkan ke neraka (HR. Muslim).
Setelah membaca hadist tersebut, maka terjawablah sudah pertanyaan dari pernyataan-pernyataan tersebut diatas. Amal ibadah kita, puasa kita, zakat kita selama hidup didunia ternyata bisa ditukar dengan amal keburukan orang lain. Apa sebabnya ? yaitu jika kita pernah mencaci orang tersebut, atau pernah menuduh orang tersebut, atau pernah mengadu domba orang tersebut, atapun pernah memakan harta orang lain. Perbuatan itulah yang menyebabkan amal ibadah kita bisa menghilang, kita menjadi orang yang rugi, bahkan bangkrut. Bangkrut ? iya, karena kita tidak hanya akan kehilangan amal ibadah kita selama di dunia saja, bahkan kita bisa mendapatkan amal keburukan orang lain dan dilimpahkan kepada kita. Suatu keadaan yang kita tidak ingin mendapatinya.
Aktivitas lisan berupa membicarakan orang lain, menggunjing, menuduh, mengadu domba, dan memakan harta yang bukan merupakan hak kita, adalah hal yang akan mencelakakan kita menjadi orang yang bangkrut di akhirat. Aktivitas yang mungkin sering kita jumpai dikehidupan kita, di sekeliling kita, atau bahkan diri kita sendiri secara senaja maupun tidak sengaja pernah melakukannya. Apakah kita ingin menjadi orang yang bangkrut? Apakah kita ingin kehilangan amal ibadah kita selama hidup didunia ? apakah kita ingin mendapatkan amal keburukan orang lain ? pastilah tidak. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita menjauhi aktivitas tersebut, jika kita tidak ingin menjadi orang yang rugi, bahkan bangkrut.
Momentum puasa di bulan suci Ramadhan ini marilah kita jadikan lahan untuk melatih diri kita agar tidak membicarakan orang lain, menggunjingkan orang lain, bahkan menuduh orang lain. Aktivitas lisan yang mungkin setiap hari kita jumpai atau bahkan kita lakukan tersebut, ternyata memberikan dampak yang sangat signifikan bagi diri kita sendiri. Tak perlu kita mencampuri urusan orang lain, tak perlu kita mengomentari aktivitas orang lain, cukuplah kita berfokus untuk mengurusi diri sendiri, memperbaiki diri sendiri, agar terjauh dari bahaya lisan yang melenakan.