Islam merupakan agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah dalam hal berbahasa. Berbahasa merupakan salah satu aktivitas yang dibutuhkan oleh manusia. Bahasa pada dasarnya memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia.
Bahasa dalam kehidupan digunakan sebagai alat atau media untuk berkomunikasi antar sesama manusia. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Soeparno (2002: 5) fungsi umum bahasa adalah sebagai alat untuk komunikasi sosial. Tanpa adanya bahasa, maka proses komunikasi dan interkasi antar sesama manusia akan terhambat.
Fungsi utama bahasa bagi manusia adalah alat untuk komunikasi. Selain bahasa, manusia sebenarnya juga memiliki alat komunikasi yang lain, namun bahasa merupakan alat komunikasi yang paling sempurna dan utama bagi manusia. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Chaer dan Agustin (2010: 11) bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik, paling sempurna, dibandingkan dengan alat-alat komunikasi yang lain, termasuk juga alat komunikasi yang digunakan para hewan.
Sebagai alat komunikasi yang utama bagi manusia, maka dalam proses berbahasa idealnya harus memperhatikan etika dan sopan santun. Hal tersebut bertujuan agar dalam proses berkomunikasi antar manusia tidak menimbulkan ketersinggungan atau tekanan dari penutur maupun lawan tuturnya. Etika dan sopan santun dalam berbahasa itulah yang sebenarnya sudah Islam ajarkan jauh sebelum teori-teori tentang kesantunan berbahasa tersebut ditemukan oleh para linguis (pakar ilmu linguistik).
Pada tulisan ini, penulis akan berusaha untuk mengkorelasikan teori kesantunan berbahasa yang dijabarkan oleh para linguis dengan ajaran agama Islam dalam Al-Qur’an dan Hadis. berkaitan dengan teori sopan santun atau selanjutnya disebut dengan kesantunan berbahasa, ada beberapa teori kesantunan berbahasa yang sudah lazim dijadikan rujukan bagi peneliti bahasa sebagai usaha perkembangan ilmu bahasa secara luas. Salah satunya adalah teori kesantunan berbahasa menurut Geoffrey Leech. Leech, (Terjemahan Oka, 1993: 206) membagi kaidah kesantunan berbahasa menjadi enam prinsip, yaitu kebijaksanaan, kedermawanan, pujian (penghargaan), kerendahan hati (kesederhanaan), kesetujuan (kemufakatan), dan kesimpatian.
Bahasa dan Islam
Perkembangan ilmu kebahasaan tersebut ternyata juga sudah atau bahkan telah diajarkan oleh ajaran agama Islam sebelumnya. Jauh sebelum teori kesantunan berbahasa itu didengungkan, Islam sebenarnya sudah memberikan pengajaran tentang kesantunan berbahasa tersebut. Hal tersebut sebagaimana yang termaktub dalam Q.S. Al Hujurat: 12, Allah ta’ala berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Bersambung