Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah melanjutkan dalam matan Ushul Tsalatsahnya bahwa setiap muslim wajib mempelajari dan memahami tiga hal serta mengamalkannya, yaitu:
Pertama, bahwasanya Allah ta’ala yang telah menciptakan kita dan memberikan kita rezeki. Allah tidak membiarkan kita hidup sia-sia, bahkan Allah mengutus seorang rasul kepada kita. Barangsiapa yang taat kepadanya niscaya ia masuk surga, dan barangsiapa yang menentangnya niscaya dia masuk neraka. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُولًا (15) فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا (16)
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.” (QS. Al-Muzzammil: 15-16)
Allah ta’ala sebagai pencipta
Allah ta’ala adalah Sang Pencipta alam semesta berikut segala isinya, termasuk kita manusia. Hal ini ditunjukkan oleh banyak dalil, baik dalil naqli maupun dalil aqli. Dalil naqli seperti firman Allah ta’ala:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلًا وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ ثُمَّ أَنْتُمْ تَمْتَرُونَ (2)
“Dialah Yang menciptakan kalian dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal (kematian kalian), dan ada lagi satu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kalian masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS. Al-An’am: 2)
Juga firman Allah ta’ala yang lainnya
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ (26)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” (QS. Al-Hijr: 26)
Adapun dalil aqli, maka hal ini bisa kita lihat dari keadaan manusia sebelum diciptakan, yaitu ketiadaan. Manusia tidaklah bisa menciptakan dirinya sendiri karena ia berawal dari ketiadaan, sesuatu yang dulunya tidak ada tidaklah berarti apa-apa, sedangkan sesuatu yang tidak berarti apa-apa tidaklah mungkin bisa berbuat sesuatu, terlebih lagi menciptakan sesuatu. Segala sesuatu yang dulunya tidak ada pastilah ada yang menciptakannya, karena keberadaan sesuatu yang tercipta (makhluk) pasti menunjukkan keberadaan penciptanya (khaliq).
Semua makhluk mengakui akan adanya pencipta, tidak ada yang mengingkarinya seorang pun. Jika pun ada yang mengingkari keberadaan Sang Pencipta, itu timbul karena kesombongan belaka, sebagaimana yang dilakukan oleh Fir’aun la’natullah alaih.
Dahulu di saat Jubair bin Muth’im masih dalam keadaan musyrik, dia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membaca ayat:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ (35) أَمْ خَلَقُوا السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ بَل لَا يُوقِنُونَ (36) أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُسَيْطِرُونَ (37)
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?” (QS. Ath-Thur: 35-37)
Maka Jubair berkata, “Hampir-hampir hatiku melayang, momen itulah menjadi saat-saat iman berlabuh ke dalam hatiku.”
Rezeki datang dari Allah
Allah ta’ala juga adalah Dzat yang memberi rezeki kepada para makhluk-Nya. Hal ini juga ditunjukkan oleh banyak dalil, baik dalil naqli maupun dalil aqli. Dalil naqli seperti firman Allah ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)
“Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 58)
Adapun dalil aqli bisa kita lihat dari kebutuhan kita terhadap makan dan minum, sedangkan kedua hal tersebut diciptakan oleh Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman:
أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ (63) أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ (64) لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ (65) إِنَّا لَمُغْرَمُونَ (66) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (67) أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنزلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنزلُونَ (69) لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلا تَشْكُرُونَ (70)
“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya7 Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka jadilah kamu heran tercengang. (Sambil berkata).”Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian, bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki, niscya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” (QS. Al-Waqi’ah: 63-70)
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa rezeki kita berupa makanan dan minuman adalah berasal dari sisi Allah ta’ala.
Bersambung..
Wallahu a’lam
____________________
Penulis: Irfan Ma’ruf Maulana, S.Pd.I
Rujukan: Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hal. 29-30