Memohon Perlindungan Kepada Allah dari Golongan Jin dan Manusia
Allah swt telah menciptakan makhluk berupa jin dan manusia. Di antara keduanya merupakan makhluk yang sama-sama diberikan kewajiban agar beribadah kepada Allah azza wa jalla, sebagaimana firman-Nya :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah aku ciptakan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Al-Dzariyat : 56)
Berdasarkan ayat di atas menunjukkan bahwa Allah menciptakan jin dan manusia bertujuan agar menjadikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Namun, dibalik perintah tersebut, banyak pula di antara jin dan manusia yang mengingkari perintah tersebut sebagaimana dalam QS. An-Naas yang menjelaskan tentang sisi lain dari sifat-sifat makhluk Allah tersebut.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾ مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢﴾ إِلَٰهِ النَّاسِ ﴿٣﴾ مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤﴾ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥﴾ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿٦﴾
(1) Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. (2) Raja manusia. (3) Sembahan manusia. (4) Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, (5) yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, (6) dari (golongan) jin dan manusia.
Tafsir
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾ : (1) Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. (بِرَبِّ النَّاسِ) Tuhan manusia yakni Dzat yang menciptakan mereka, mengatur urusan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memeritahkan kepada Nabi Muhammad saw agar berkata kepada manusia : “Aku berlindung kepada Allah da berpegang teguh kepada Pencipta manusia dan yang membimbing mereka, karena Dia Maha Esa, Yang Maha Mampu membalas tipu daya orang-orang yang berbuat makar, serta memohon perlindungan dari setan yang merupakan sumber keburukan, dimana di antara fitnah dan keburukanya adalah suka membisikkan kejahatan dalam diri manusia, ia perbagus sesuatu yang buruk dan memperburuk sesuatu yag sebenarnya baik, ia mendrong manusia mengerjakan keburuka dan melemahkan manusia mengerjakan kebaikan.
مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢﴾ ; (2) Raja manusia, yaitu Raja yang mempunyai kuasa tertinggi pada manusia, dan kuasa yang sempurna adalah milik Allah ‘azza wa jalla
Ini adalah salah satu sifat agung yang dimiliki Allah, tidak ada Raja bagi manusia selain Dia, dan tidak ada siapapun yang mencampurinya dalam kerajaan yang menguasai manusia dan alam seluruhnya, mereka seluruhnya adalah milik dan hamba Allah azza wa jalla. Mereka semua dibawah pengaturan yang Allah tetapkan dan di antara hamba Allah ada yang memiliki sifat buruk yang mencelakai hamba Allah lainnya, maka kita hendaknya memohon perlindungan kepada Allah agar terhindar dari dampak burukyang dihasilkan oleh perbuatan makhluk-makhluk buruk itu, karena Allah-lah yang mampu menundukkan keburukan-keburukan tersebut. Dialah Allah Raja langit dan bumi beserta isinya, yang tidak ada satupun dapat mencampurinya dalam mengatur kehidupan di dunia ini, baginya kekuasaan dan kerajaan pada hari kiamat dan tidak ada satupun dari makhluknya yang ikut campur dalam kekuasaaa itu, sedangkan di dunia ini Allah menakdirkan beberapa hamba-Nya untuk menjadi penguasa, akan tetapi kekuasaa mereka sangat terbatasdan bukan pula kekuasaaan yang mutlak. Mereka adalah raja-raja yang lemah dibandingkan kekuasaan Allah yang Maha Besar, kekuasaan di bumi hanyalah titipan dari sang penguasa langit dan bumi, Dia berhak memberikan kepada siapapun dan Dia pula yang berhak mencabut kekuasaan tersebut. Allah berfirman :
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.(QS. Ali-Imran : 26).
Kekuasaan yang dipegang oleh raja-raja di bumi hanyalah sebatas sampai ajal mereka, sedangkan kerajaan di akhirat semuanya milik Allah azza wa jalla sang pencipta lagit dan bumi.
إِلَٰهِ النَّاسِ ﴿٣﴾ : (3) Sembahan manusia. Sebab raja belum tentu menjadi sesembahan, maka Allah swt menjelaskan di sini bahwa hanya Dia-lah sesembahan manusia.
Ini adalah sifat Allah yang ketiga yang disebutkan dalam ayat ini, “Al-Ilah” yang berarti “al-Ma’bud”: yang disembah. Dan “al-Ma’bud” terbagi menjadi dua bagian :
- Sembahan yang haq, dan ini hanyalah milik Allah swt
- Sembahan yang bathil, yaitu sembahan selain Allah swt, yaitu sembagahan-sembahan kaum musyrikin dan mereka juga berasal dari mausia atau benda-benda mati tak bernyawa.
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤﴾ : (4) Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi : jika nama Allah disebut, maka setan akan bersembunyi dan mengecil, namun jika tidak disebut nama Allah, maka ia akan membesar dan melakukan bisikannya.
Kata (الْوَسْوَاسِ) “bisikan jahat”. Para ulama mengatakan kata ini adalah mashdar yang bermakna isim fa’il, yang maknanya adalah yang membisikkan. Bisikan adalah apa-apa yang terlintas di dalam hati berupa pikiran-pikiran, keraguan-keraguan dan khayalan-khayalan yang tidak ada hakikatnya.
Kata (الْخَنَّاسِ) “yang bersembunyi” maksudnya adalah memperdaya, menghindar dan mengawasi saat dzikir kepada Allah swt, dia adalah syaithan. Oleh karenanya, saat adzan dikumandangkan, setan lari menjauh terkentut-kentut hingga ia tidak mendengar adzan, dan ketika adzan selesai, ia datang kembali hingga iqamah dikumandangkan ia lari lagi. Dan ketika iqamah selesai,dia datang sehingga dia mengganggu pikiran seseorang, ia mengatakan : “Ingatlah ini, ingatlah ini”. Ketika ia tidak sadar, akhirnya ia tidak sadar berapa rakaat ia shalat.
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥﴾ : (5) yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Bisikannya adalah ajakan setan agar ditaati dengan suara tersembunyi yang disampaikan ke dalam hari tanpa terdengar oleh telinga.
Dalam ayat ini kata “bisikan” digantungkan kepada “dada” yang merupakan tempatnya hati, yaitu tempatnya akal dan ketaqwaan, dan kebaikan dan keburukan, maka beruntunglah setiap hamba yang mampu mensucikan hatinya, yaitu dengan dzikir kepada Allah dan mentadabburi ayat-ayat-Nya serta taubat yang senantiasa diperbaharui.
Setiap orang dapat tertimpa oleh rasa was-was ini, merasa cemas ketika melakukan suatu ibadah apakah ibadahnya telah selesai dilakukan atau belum.
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿٦﴾ : (6) dari (golongan) jin dan manusia.
Allah swt menjelaskan macam-macam dari bisikan, bahwasanya bisikan itu ada yang datang dari dua makhluk yaitu jin dan manusia. Bisikan yang datang dari jenis jin adalah kegelisahan yang dibisikkan ke dada manusia dimana mereka melakukannya secara tersembunyi, karena jin adalah makhluk tersembuyi dan hanya Allah-lah yang dapat mengetahui. Bisikan ini juga merupakan bisikan yang berasal dari setan dari gologan jin yang jahat. Sedangkan bisikan dari jenis manusia adalah kegelisahan yang dibisikkan ke dada manusia dengan menampakkan diri sebagai orang yang menasehati, dan mengasihinya sehingga perkataannya dapat masuk ke dalam hati, kemudian dia menyelipkan dalam perkataannya sesuatu yang buruk.
Dikatakan bahwa iblis juga membisikkan godaannya ke dalam dada manusia. Ibnu Abbas berkata : tidaklah seseorang dilahirkan melainkan dalam hatinya terdapat setan; jika ia berdzikir kepada Allah, maka setan itu akan bersembunyi, namun jika lalai dari dzikir, maka ia akan kembali membisikkan.
Dari penjelasan ayat-ayat dalam QS. An-Naas di atas, maka baik dari golongan jin manusia ada yang beriman yang senantiasa menyadari hakikat penciptaan mereka untuk beribadah kepada Allah, namun adapula yang memiliki sifat yang buruk yang senantiasa menjerumuskan manusia yang lain agar lalai mengingat-Nya.
Wa Allahu ta’ala a’lamu bi as-shawwab
Sumber :
- Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al-Asyqar.
- Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an
- Tafsir Juz ‘Amma / Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
- Tafsir Juz ‘Amma / Syaikh Prof. Dr. Shalih Fauzan al-Fauzan
- Qurankemenag.go.id
- Liyaddabbaru ayatih / syaikh Prof Dr. Umar bin Abdullah Al-Muqbil
- Tafsir al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr Wahbah Az-Zuhaili