TANDA-TANDA ORANG YANG CELAKA

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ محمدا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ta’ala atas segala karunia dan nikmat-Nya. Dia-lah Allah pelindung orang-orang yang beriman dan bertakwa, Allah mengeluarkan mereka dari gelapnya kekufuran dan kejahilan menuju cahaya keimanan dan ilmu kebenaran. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada uswah hasanah teladan umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, keluarganya, para sahabat, dan seluruh orang-orang yang mengikuti ajaran mereka hingga Hari Kiamat tiba.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam bukunya Al-Fawaid menyebutkan beberapa kriteria orang yang celaka:

1. Semakin bertambah ilmunya semakin sombong, congkak, dan pongah.

Setan memiliki 1001 cara atau jalan untuk memperdaya dan menyesatkan manusia dari jalan Allah ta’ala, termasuk melalui jalan ilmu. Seorang penuntut ilmu yang tidak memperhatikan adab-adabnya akan sangat rentan terjerumus ke dalam kesalahan; di antara kesalahan itu adalah sifat sombong, congkak, dan pongah. Penuntut ilmu yang sombong akan selalu merasa benar sendiri, sulit menerima nasihat, dan meremehkan orang lain. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menjelaskan makna kesombongan dalam sabdanya yang mulia:

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim: 91)

Terkait kesombongan yang menimpa orang yang berilmu, para ulama juga telah banyak memberikan peringatan dan nasihat. Di antaranya apa yang dikatakan oleh Wahb bin Munabbih:

إِنَّ لِلْعِلْمِ طُغْيَانًا كَطُغْيَانِ الْمَالِ

“Sesungguhnya ilmu memiliki keangkuhan sebagaimana keangkuhan harta.” (An-Nubadz fi Adabi Thalabil Ilmi. Hal. 182)

Syaikh Bakr Abu Zaid menasihatkan:

العلم ثلاثة أشبار، من دخل في الشبر الأول تكبر، ومن دخل في الشبر الثانى تواضع، ومن دخل في الشبر الثالث علم أنه ما يعلم

“Ilmu itu ada tiga jengkal. Barangsiapa yang masuk jengkal pertama, dia menjadi sombong. Barangsiapa yang masuk jengkal kedua, dia menjadi tawadhu. Barangsiapa yang masuk jengkal ketiga, dia baru menyadari bahwa dirinya tidak tahu (masih sedikit ilmunya).” (Syarh Hilyah Thalibil Ilmi. Hal. 228)

Orang yang benar-benar berilmu maka sudah selayaknya ia semakin tawadhu (rendah hati). Layaknya tanaman padi; semakin berisi maka semakin pula menunduk. Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku, “Hendaklah kalian bersikap tawadhu (rendah hati), hingga seseorang tidak berbuat zhalim kepada orang lain, dan seseorang tidak berlaku sombong kepada orang lain.” (HR. Abu Dawud: 4895, hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Orang yang benar-benar berilmu juga akan menghormati dan mengasihi orang lain. Hal ini juga merupakan sifat orang yang beriman. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Muslim: 4685)

Intinya semakin tinggi ilmu seseorang maka dia semakin rendah hati, menghormati, dan berkasih sayang kepada kepada orang lain.

2. Semakin bertambah amalnya semakin berbangga diri, meremehkan orang lain, dan berprasangka baik kepada dirinya sendiri

Seseorang yang bangga dengan dirinya sendiri, ujub dengan amalannya, dan memandang remeh kepada orang lain maka ini merupakan tanda ia akan binasa. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

“Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath:5452, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah: 1802).

Seharusnya semakin banyak seseorang beramal shalih maka dia akan semakin merasa khawatir dan takut amalnya tidak diterima oleh Allah ta’ala; karena yang demikian adalah sifat seorang mukmin. Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ  (60)

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al-Mukminun: 60)

Tetkait ayat ini para ulama tafsir menjelaskan bahwa di antara sifat orang yang beriman adalah merasa takut amalan shalihnya seperti shalat, puasa, zakat, haji, sedekah dan lainnya tidak diterima oleh Allah ta’ala.

3. Semakin bertambah umurnya semakin tamak mengejar dunia.

Terkait hal ini Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam mengingatkan:

قَلْبُ الشَّيْخِ شَابٌّ عَلَى حُبِّ اثْنَتَيْنِ حُبِّ الْعَيْشِ وَالْمَالِ

“Hati orang tua akan tetap muda dalam dua perkara, yaitu; dalam hal mencintai hidup dan harta benda.” (HR. Muslim: 1047)

Dalam redaksi lain disebutkan:

يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَتَشِبُّ مِنْهُ اثْنَتَانِ الْحِرْصُ عَلَى الْمَالِ وَالْحِرْصُ عَلَى الْعُمُرِ

“Setiap manusia pasti akan menjadi tua. Namun jiwanya tetap muda mengenai dua perkara, yaitu: Tamak akan harta benda dan selalu ingin panjang umur.” (HR. Muslim: 1047)

Dalam dua hadits di atas Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengingatkan akan dua hal yang akan tetap ada pada diri manusia meskipun ia telah berusia tua, yaitu ketamakan terhadap harta dan keinginan berumur panjang. Oleh karenanya seorang mukmin akan senantiasa berusaha untuk mengekang dan meredam dua hal tersebut agar keduanya tidak sampai menguasai dirinya.

4. Semakin bertambah hartanya semakin bakhil dan pelit.

Seseorang yang diberikan oleh Allah nikmat harta namun ia tidak menunaikan hak harta tersebut

di jalan Allah dengan membayar zakat, bersedekah, dan membantu sesama; maka itu pertanda ia menjadi orang yang celaka. Dalam Al-Quran Allah ta’ala berfirman:

وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِما آتاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيامَةِ

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat..” (QS. Ali Imran: 180)

Terkait ayat yang mulia ini Syaikh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar menjelaskan maksudnya adalah apa yang mereka bakhilkan itu akan menjadi kalung dari api neraka di leher mereka. Dan kebakhilan adalah apabila seseorang menahan kewajiban atasnya dan meninggalkan infak pada saat infak itu seharusnya dilakukan. (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir)

 Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam juga mengingatkan dalam sabdanya:

شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ

“Seburuk-buruk perkara yang ada pada seseorang adalah kekikiran serta ketamakan, dan sifat penakut serta lemah.” (HR. Abu Dawud: 2511, hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

5. Semakin bertambah kedudukannya semakin sombong dan jumawa.

Selayaknya bagi orang yang diberikan amanah berupa jabatan untuk mengembannya dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan, bukan malah menyombongkan diri dan bersikap jumawa dengan jabatannya. Kesombongan hanya akan meruntuhkan marwah diri seseorang dan menjadi penyebab ia celaka di akhirat. Na’udzubillah min dzalik

Demikianlah lima kriteria orang yang celaka, semoga Allah ta’ala senantiasa melindungi kita dari sifat-sifat buruk tersebut, dan semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang hidup selamat dan berbahagia di dunia dan akhirat. Aamiin

Wallahu a’lam

_____________

Sumber: Al-Fawaid, hal. 155, cet. Maktabah Riyadh Al-Haditsah dll

Tinggalkan Balasan